Rabu, 13 April 2011

SENYUM YANG MEMERAH

Oleh Yazmin Aisyah


permisi…!!”
Jrengg…!!
“maaf ya…!! “ sebuah suara berteriak dari dalam rumah.
Aku menghela nafas lelah, lalu menyeret kakiku yang mulai pegal. Terlalu banyak penolakan, bahkan sebelum aku sempat memetik senar pertama, suara suara ketus sudah mengusirku. Sudah setengah harian aku berkeliling complex perumahan  ini, tapi yang kudapat tak lebih dari enam lembar seribuan dan lima koin limaratusan. Delapan ribu lima ratus. Apa yang bisa kudapat dengan uang itu? mana mungkin cukup menyumpal empat mulut yang menantiku dirumah.
Sebuah gerbang terbuka menarik perhatianku. Sebenarnya, tubuhku sudah sangat lemah. Sejak pagi, hanya segelas teh tawar dan sepotong singkong rebus sebagai pengganjal perut. Namun ketika wajah istri dan ketiga anakku membayang, semangatku kembali menyala.
“permisi…!!”
Tak ada sahutan. Aku gembira, mungkin penghuni rumah ini bersedia mendengarkan suaraku.
Dari pintu ke pintu ku coba tawarkan nama, demi terhenti tangis anakku dan keluh ibunya…
Lagu ini meyayat hati. Lagu milik penyanyi kesayanganku, Ebiet G.Ade. Namun, sampai selesai ku nyanyikan, tak ada suara apapun dari dalam rumah, juga tak seorangpun muncul untuk melemparkan uang. Ah, sesungguhnya aku malu setiap kali menerima uang bak pengemis, tapi mencari pekerjaan di kota seramai ini bukan hal mudah.
Lagu kedua kunyanyikan. Masih milik Ebiet G. Ade, Camelia. Namun sebelum selesai, mataku menangkap sebentuk barang di atas meja tamu. Sebuah handphone yang kelihatannya mahal.
kalau kuambil saja barang itu, aku tak perlu mengamen lagi beberapa hari. Entah darimana datangnya, fikiran kotor itu menyelinap dibenakku. Beranikah? Aku celingukan, tapi rumah besar ini benar benar senyap. Bahkan sekedar suara televisipun tak terdengar.
Ragu ragu, aku melangkah melewati ambang pintu. Wajah anak istriku membayang. Perut mereka yang lapar, wajah wajah tak berdosa yang selalu berhias senyum tulus. Tiba tiba aku tersadar. Allah, jika kuberi mereka makanan haram, bagaimana aku menjawab pertanyaanMu di Yaumil Akhir kelak?
Aku mengusap peluh yang membanjiri kening sambil beristigfar. Gegas, aku melangkah keluar pagar, tak peduli pada benda mungil yang tergeletak pasrah di atas meja seakan menggodaku.
“maliiiiiiinnggg…!!”
Tiba tiba, entah darimana datangnya, teriakan dan suara derap langkah puluhan manusia sudah berada di dekatku. Aku kaget, dan lebih kaget lagi ketika lelaki pertama yang sampai ketempat ini langsung menghampiriku, sementara di belakangnya tampak puluhan orang mengejar. Tanpa berkata sepatahpun lelaki itu menjejalkan sebuah bungkusan ketanganku, lalu berlari dan menghilang diujung jalan.
Derap kaki itu kian mendekat..
“itu dia malingnya!!”
Aku bengong
“hajaarrr…!!”
Bag bug bag bug…!!
Wajah anak istriku membayang, tersenyum. Namun semakin lama, senyumnya makin merah, lalu hitam.

Bandar Lampung, 11 januari 2010
The story ‘about the tragic people  often happens

0 komentar:

Rabu, 13 April 2011

SENYUM YANG MEMERAH

Oleh Yazmin Aisyah


permisi…!!”
Jrengg…!!
“maaf ya…!! “ sebuah suara berteriak dari dalam rumah.
Aku menghela nafas lelah, lalu menyeret kakiku yang mulai pegal. Terlalu banyak penolakan, bahkan sebelum aku sempat memetik senar pertama, suara suara ketus sudah mengusirku. Sudah setengah harian aku berkeliling complex perumahan  ini, tapi yang kudapat tak lebih dari enam lembar seribuan dan lima koin limaratusan. Delapan ribu lima ratus. Apa yang bisa kudapat dengan uang itu? mana mungkin cukup menyumpal empat mulut yang menantiku dirumah.
Sebuah gerbang terbuka menarik perhatianku. Sebenarnya, tubuhku sudah sangat lemah. Sejak pagi, hanya segelas teh tawar dan sepotong singkong rebus sebagai pengganjal perut. Namun ketika wajah istri dan ketiga anakku membayang, semangatku kembali menyala.
“permisi…!!”
Tak ada sahutan. Aku gembira, mungkin penghuni rumah ini bersedia mendengarkan suaraku.
Dari pintu ke pintu ku coba tawarkan nama, demi terhenti tangis anakku dan keluh ibunya…
Lagu ini meyayat hati. Lagu milik penyanyi kesayanganku, Ebiet G.Ade. Namun, sampai selesai ku nyanyikan, tak ada suara apapun dari dalam rumah, juga tak seorangpun muncul untuk melemparkan uang. Ah, sesungguhnya aku malu setiap kali menerima uang bak pengemis, tapi mencari pekerjaan di kota seramai ini bukan hal mudah.
Lagu kedua kunyanyikan. Masih milik Ebiet G. Ade, Camelia. Namun sebelum selesai, mataku menangkap sebentuk barang di atas meja tamu. Sebuah handphone yang kelihatannya mahal.
kalau kuambil saja barang itu, aku tak perlu mengamen lagi beberapa hari. Entah darimana datangnya, fikiran kotor itu menyelinap dibenakku. Beranikah? Aku celingukan, tapi rumah besar ini benar benar senyap. Bahkan sekedar suara televisipun tak terdengar.
Ragu ragu, aku melangkah melewati ambang pintu. Wajah anak istriku membayang. Perut mereka yang lapar, wajah wajah tak berdosa yang selalu berhias senyum tulus. Tiba tiba aku tersadar. Allah, jika kuberi mereka makanan haram, bagaimana aku menjawab pertanyaanMu di Yaumil Akhir kelak?
Aku mengusap peluh yang membanjiri kening sambil beristigfar. Gegas, aku melangkah keluar pagar, tak peduli pada benda mungil yang tergeletak pasrah di atas meja seakan menggodaku.
“maliiiiiiinnggg…!!”
Tiba tiba, entah darimana datangnya, teriakan dan suara derap langkah puluhan manusia sudah berada di dekatku. Aku kaget, dan lebih kaget lagi ketika lelaki pertama yang sampai ketempat ini langsung menghampiriku, sementara di belakangnya tampak puluhan orang mengejar. Tanpa berkata sepatahpun lelaki itu menjejalkan sebuah bungkusan ketanganku, lalu berlari dan menghilang diujung jalan.
Derap kaki itu kian mendekat..
“itu dia malingnya!!”
Aku bengong
“hajaarrr…!!”
Bag bug bag bug…!!
Wajah anak istriku membayang, tersenyum. Namun semakin lama, senyumnya makin merah, lalu hitam.

Bandar Lampung, 11 januari 2010
The story ‘about the tragic people  often happens

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages