Selasa, 12 April 2011

Bunga Untuk Valentine

BUNGA UNTUK VALENTINE
Oleh Yazmin Aisyah

“Aku tidak suka kau begini Val! Kau jadi terlihat aneh, primitif!”

Gadis itu menatapku sejenak, lalu membuang pandang ke pohon - pohon pinus yang berjejer rapi di seberang halaman rumah.

“Maaf Tim, this is my choice. Terserah kau suka atau tidak.”

Suaranya sehalus beledu. Tapi itu justru membuatku makin marah. Keseluruhan penampilannya membuat emosiku kian memuncak. Baju panjang tanpa model dan kain lebar yang menutupi rambut coklatnya yang ikal dan indah. Val lebih mirip ibu – ibu bangsa barbar itu daripada gadis Amerika berusia 19 tahun.

“Setan apa yang merasuki dirimu Val? Bukankah dulu kau sangat membenci semua tentang islam?”

“Allah telah membuka pintu hidayah untukku Tim. Tangan-Nya begitu lembut menuntunku masuk dalam pelukan-Nya”

Shit! Sungguh tidak masuk akal. Val, gadis yang kucintai setengah mati, kini membelot dan menyudahi hubungan kami hanya karena ia muslim kini. Padahal telah begitu banyak waktu kami habiskan bersama.

“Dan satu lagi Tim, aku tidak bisa ikut merayakan valentine bersamamu besok”

“Ada yang lain?” tanyaku curiga.

Val menggeleng dan tersenyum tipis, “Tidak. Hanya saja itu tidak ada dalam ajaran agamaku sekarang.”

Prang!

Val tersentak, sontak ia bangkit dari kursi yang didudukinya. Wajahnya pucat. Aku tak peduli pecahan gelas yang kubanting tadi mencelat kemana – mana, salah satunya mengenai pergelangan tangannya, menciptakan segaris luka yang memercikkan darah.

“Pokoknya aku tidak mau tahu! Kau tetap pacarku dan besok kita tetap merayakan valentine bersama. Aku akan menjemputmu jam tujuh malam. Dan ingat, jangan gunakan kain jelek itu!”

Val berdiri dengan kaki gemetar. Matanya berkaca – kaca. Aku pasti telah membuatnya takut. Ini pertama kali aku berlaku kasar padanya.

“Dan ingat Val, malam – malam yang telah kita habiskan bersama. Kau fikir Tuhanmu itu akan mengampunimu?” aku tersenyum mengejek.
***

Maafkan aku Tim, aku tetap tidak bisa. Aku berusaha taat dan mengikuti agama yang kupilih meski harus belajar dari awal, merangkak dan tertatih. Sesungguhnya, betapa ingin aku menjalani semua bersamamu, tapi agamaku tak pernah memaksa umat lain untuk ikut pada ajarannya.
Dan please, namaku kini Aisyah, bukan Valentine lagi. Dan aku pun tak kan pernah lagi merayakannya, sebagaimana agamaku mengajari untuk tidak ikut perayaan umat lain.


Aku meremas kertas itu gusar. Rangkaian bunga chrysant, rose dan jasmine yang kubawa untuknya kubanting ke lantai dengan sepenuh emosi. Val tak kutemui di rumahnya. Cuma ada sepi menyambutku bersama surat yang ia tinggalkan di atas meja tamu. Val, Aisyah…! Persetan! Aku harus mencarinya dan memaksanya merayakan valentine bersama. Apa kata teman – teman jika tahu kami berpisah setelah mereka tahu selama ini kami begitu serasi? Dan februari tanpa valentine? Jangan harap Val…

Ciiiitttt… prang!

Porche kuning terang itu melarikan diri setelah membuat tubuhku melayang sekian meter. Ada cairan amis dan lengket meleleh dari pelipis. Pandangan mataku mulai kabur, namun masih sempat kulihat sesosok tubuh semampai berlari mendapatiku.

“Timothy, bertahanlah! Aku akan segera membawamu ke rumah sakit!"

Ada air menetesi wajahku. Airmatanya kah? Apakah itu berarti dia masih mencintaiku? Tapi mengapa ia tak mau merayakan valentine bersamaku lagi?

Valentine, Aisyah, siapapun namamu kini, yakinkan aku mengapa islam tak merayakan valentine, maka aku takkan memaksamu melakukannya lagi.


499 kata tidak termasuk judul dan nama penulis
Bandar Lampung, 08 februari 2011
Say no to valentine yuk!

0 komentar:

Selasa, 12 April 2011

Bunga Untuk Valentine

BUNGA UNTUK VALENTINE
Oleh Yazmin Aisyah

“Aku tidak suka kau begini Val! Kau jadi terlihat aneh, primitif!”

Gadis itu menatapku sejenak, lalu membuang pandang ke pohon - pohon pinus yang berjejer rapi di seberang halaman rumah.

“Maaf Tim, this is my choice. Terserah kau suka atau tidak.”

Suaranya sehalus beledu. Tapi itu justru membuatku makin marah. Keseluruhan penampilannya membuat emosiku kian memuncak. Baju panjang tanpa model dan kain lebar yang menutupi rambut coklatnya yang ikal dan indah. Val lebih mirip ibu – ibu bangsa barbar itu daripada gadis Amerika berusia 19 tahun.

“Setan apa yang merasuki dirimu Val? Bukankah dulu kau sangat membenci semua tentang islam?”

“Allah telah membuka pintu hidayah untukku Tim. Tangan-Nya begitu lembut menuntunku masuk dalam pelukan-Nya”

Shit! Sungguh tidak masuk akal. Val, gadis yang kucintai setengah mati, kini membelot dan menyudahi hubungan kami hanya karena ia muslim kini. Padahal telah begitu banyak waktu kami habiskan bersama.

“Dan satu lagi Tim, aku tidak bisa ikut merayakan valentine bersamamu besok”

“Ada yang lain?” tanyaku curiga.

Val menggeleng dan tersenyum tipis, “Tidak. Hanya saja itu tidak ada dalam ajaran agamaku sekarang.”

Prang!

Val tersentak, sontak ia bangkit dari kursi yang didudukinya. Wajahnya pucat. Aku tak peduli pecahan gelas yang kubanting tadi mencelat kemana – mana, salah satunya mengenai pergelangan tangannya, menciptakan segaris luka yang memercikkan darah.

“Pokoknya aku tidak mau tahu! Kau tetap pacarku dan besok kita tetap merayakan valentine bersama. Aku akan menjemputmu jam tujuh malam. Dan ingat, jangan gunakan kain jelek itu!”

Val berdiri dengan kaki gemetar. Matanya berkaca – kaca. Aku pasti telah membuatnya takut. Ini pertama kali aku berlaku kasar padanya.

“Dan ingat Val, malam – malam yang telah kita habiskan bersama. Kau fikir Tuhanmu itu akan mengampunimu?” aku tersenyum mengejek.
***

Maafkan aku Tim, aku tetap tidak bisa. Aku berusaha taat dan mengikuti agama yang kupilih meski harus belajar dari awal, merangkak dan tertatih. Sesungguhnya, betapa ingin aku menjalani semua bersamamu, tapi agamaku tak pernah memaksa umat lain untuk ikut pada ajarannya.
Dan please, namaku kini Aisyah, bukan Valentine lagi. Dan aku pun tak kan pernah lagi merayakannya, sebagaimana agamaku mengajari untuk tidak ikut perayaan umat lain.


Aku meremas kertas itu gusar. Rangkaian bunga chrysant, rose dan jasmine yang kubawa untuknya kubanting ke lantai dengan sepenuh emosi. Val tak kutemui di rumahnya. Cuma ada sepi menyambutku bersama surat yang ia tinggalkan di atas meja tamu. Val, Aisyah…! Persetan! Aku harus mencarinya dan memaksanya merayakan valentine bersama. Apa kata teman – teman jika tahu kami berpisah setelah mereka tahu selama ini kami begitu serasi? Dan februari tanpa valentine? Jangan harap Val…

Ciiiitttt… prang!

Porche kuning terang itu melarikan diri setelah membuat tubuhku melayang sekian meter. Ada cairan amis dan lengket meleleh dari pelipis. Pandangan mataku mulai kabur, namun masih sempat kulihat sesosok tubuh semampai berlari mendapatiku.

“Timothy, bertahanlah! Aku akan segera membawamu ke rumah sakit!"

Ada air menetesi wajahku. Airmatanya kah? Apakah itu berarti dia masih mencintaiku? Tapi mengapa ia tak mau merayakan valentine bersamaku lagi?

Valentine, Aisyah, siapapun namamu kini, yakinkan aku mengapa islam tak merayakan valentine, maka aku takkan memaksamu melakukannya lagi.


499 kata tidak termasuk judul dan nama penulis
Bandar Lampung, 08 februari 2011
Say no to valentine yuk!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages